Jumat, 28 Mei 2010

Merasa Salah

Teringat peristiwa yang terjadi belasan tahun yang lalu. Saat itu saya pulang sekolah dari SLTP N 3 Bandung, melewati pasar burung Dewi Sartika, terlihat orang ramai, berkumpul mengarah ke seseorang. Sedikit saya mengintip apa yang sedang dikerumuni orang-orang ini, terlihat seorang bapak paruh baya dengan muka yang lebam dibeberapa bagian. Bajunya basah, sedikit sobek, dan telihat noda darah. Mencuri dengar, katanya orang itu tertangkap basah mencuri burung..

Kejadian ini memang memberikan pelajaran, mencuri adalah perbuatan yang salah. Namun pada waktu itu, saya pribadi lebih takut babak belur dari pada dianggap melakukan kesalahan. Entah apa yang terjadi jika waktu itu saya melihat koruptor yang hidup berfoya-foya, sekalipun secara nilai materi, apa yang dicuri jauh lebih besar, tapi malah dihukum dengan kemewahan.

Ternyata benar kata orang bijak, bahwa nikmat terbesar adalah ketika hati seorang manusia masih bisa merasakan kesalahan. Dengan demikian, hati tersebut akan menuntun setiap manusia untuk selalu mencari kebaikan dalam amalnya.

Lalu siapa yang beruntung, apakah pencuri burung ataukah si koruptor? Jika dilihat apa yang dilakukan dan apa yang didapat, secara materi, tentu saja koruptor. Tapi dilihat dari sisi yang lain, bisa jadi si pencuri burung lah yang beruntung. Rasa sakit yang diterima adalah bentuk perhatian Allah, ada pengajaran di dalamnya, dia masih diingatkan, bahwa yang dilakukannya adalah salah. Tetapi sebaliknya, si koruptor tak lagi diperhatikan, karena ia tak lagi diberikan teguran langsung akan perbuatannya.

1 komentar:

berehel mengatakan...

nice blog, jangan lupa kunjungi clasterijo :P